Tak Punya Wewenang, Gerindra Serahkan Aman Abdurrahman Sepenuhnya Kepada Proses Hukum

Tak punya wewenang, Gerindra serahkan Aman Abdurrahman sepenuhnya kepada proses hukum. “Kita tidak memiliki kewenangan untuk menilai terhadap kewenangan terhadap Aman Abdurrahman,” kata Muhammad Syafii.
Petugas kepolisian berjaga saat sidang kasus terorisme dengan terdakwa Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (18/5/2018). Sebanyak 182 petugas gabungan Polri dan TNI mengamankan sidang dengan agenda tuntutan terdakwa kasus bom Thamrin Jakarta Pusat, Aman Abdurrahman. (Foto: And/Galih Pradipta)

Jakarta, (Tagar 18/5/2018) - Anggota Komisi III DPR Muhammad Syafii menyerahkan proses persidangan terdakwa teroris Aman Abdurrahman alias Oman Rochman pada proses hukum.

”Tentang ancaman hukuman mati terhadap Aman Abdurrahman itu kita serahkan kepada proses hukum yang sedang berlangsung,” ujarnya di Fraksi Gerindra, Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/5).

Politikus Gerindra ini tak bisa menilai lebih jauh, pasalnya ia tak punya wewenang karena tak membaca dakwaan terhadap Pemimpin organisasi teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) tersebut.

“Karena kita juga tidak membaca proses dakwaannya, tindak kejahatan yang dilakukan, sehingga kita tidak memiliki kewenangan untuk menilai terhadap kewenangan terhadap Aman Abdurrahman,” urai Ketua Pansus RUU Anti Terorisme tersebut.

Aman sendiri dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penunut Umum (JPU) dengan Pasal 14 juncto Pasal 6 dan Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5).

Aman Abdurrahman dinilai sebagai aktor intelektual sejumlah serangan teror di Indonesia, termasuk teror bom di Jalan Thamrin, bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu, dan bom Samarinda. (nhn)

Berita terkait
0
Putri Candrawati Terancam Masuk Penjara Seperti Suaminya
Putri Candrawati terancam masuk penjara seperti suaminya, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, karena membuat laporan palsu tentang pelecehan seksual.