Tanggapan Mahasiswa Soal Rencana Pemerintah Australia Batasi Jumlah Pelajar Internasional

Baru jelang tahun 2023 pelajar internasional mulai berdatangan kembali ke Australia dengan jumlah pengajuan visa pelajar capai rekor tertinggi.
Ilustrasi - Pemerintah Australia mengumumkan akan membatasi jumlah pelajar internasional untuk mengatasi biaya hidup, termasuk harga sewa rumah di Australia. (Foto: abc.net.au/indonesian - Reuters: Loren Elliott)

Oleh; Raffa Athallah

TAGAR.id - Anak Agung Wisnuwardhana, yang akrab disapa Agung, pertama kali datang ke Australia untuk kuliah di tahun 2022. Ia ingat saat itu Australia masih sepi, mahasiswa internasional belum banyak yang datang, karena Australia baru saja mencabut aturan pandemi COVID-19 yang sebelumnya melarang masuknya pelajar internasional.

Baru menjelang tahun 2023 pelajar internasional mulai berdatangan kembali ke Australia dengan jumlah pengajuan visa pelajar mencapai rekor tertinggi.

Rekor jumlah kedatangan pelajar internasional ini mendapat sorotan dari sejumlah politisi dan media di Australia yang dianggap menambah beban ketersediaan tempat tinggal di Australia, saat warga Australia lainnya sedang kesulitan mendapatkan rumah.

Salah satu cara pemerintah Australia untuk mengatasi akomodasi adalah mengubah undang-undang soal layanan pendidikan bagi mahasiswa internasional yang diumumkan akhir pekan lalu.

Lewat undang-undang ini nantinya memberikan wewenang kepada menteri pendidikan untuk membatasi jumlah mahasiswa, termasuk untuk kursus dan lokasi tertentu.

Dalam peraturan baru disebutkan kalau universitas ingin memiliki lebih banyak mahasiswa internasional yang daftar, maka mereka diminta untuk menyediakan akomodasi tambahan yang dibangun khusus baik untuk pelajar internasional dan domestik.

antrean cari rumah sewa di Australia

Ketatnya kompetisi untuk mendapatkan tempat tinggal yang bisa disewa seringkali menyebabkan antrian yang cukup panjang saat ada rumah yang dibuka untuk inspeksi. (Foto: abc.net.au/indonesian - ABC News)

Dianggap penyebab krisis rumah di Australia?

Opini soal mahasiswa internasional dianggap penyebab krisis perumahan disanggah oleh sebuah laporan terbaru yang dirilis Student Accomodation Council juga Go8, lembaga yang membawahi delapan universitas ternama di Australia.

Laporan tersebut menyebutkan jika krisis perumahan di Australia, termasuk kenaikan biaya sewa rumah, lebih disebabkan karena ketersediannya, bukan karena kehadiran dan permintaan dari pelajar internasional.

Data dalam laporan tersebut menunjukkan kurangnya ketersediaan tempat tinggal dan kenaikan biaya sewa di Australia sudah terjadi setelah pandemi COVID-19, sebelum kedatangan pelajar internasional.

Penelitian tersebut malah menemukan kalau pelajar internasional hanya berjumlah empat persen dari seluruh penyewa di Australia. Pelajar domestik berjumlah 6,2 persen dan sisanya adalah non-pelajar.

Sebagian besar pelajar internasional juga tidak tinggal di rumah atau properti yang diminati warga Australia.

Hanya tiga persen pelajar internasional yang tinggal di rumah yang cocok untuk pasangan atau keluarga, sisanya tinggal di akomodasi khusus pelajar dekat universitas.

Anak Agung WisnuwardhanaAnak Agung Wisnuwardhana mengatakan lapangan pekerjaan bagi mahasiswa internasional cukup banyak, namun kompetisinya juga ketat. (Foto: abc.net.au/indonesian - Koleksi pribadi)

'Bagai sapi perah'

Menurut Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia-Australia di negara bagian Victoria, Anak Agung Wisnuwardhana, aturan baru soal pembatasan jumlah pelajar internasional memiliki kelebihan dan kerugiannya.

"Di satu sisi, itu haknya mereka [Australia] juga sebagai negara untuk ngebatasin jumlah pendatang yang masuk," ujarnya.

Agung mengatakan ia paham mengapa sebagian pihak mengatakan keberadaan pelajar internasional dianggap mengganggu sektor perumahan dan lapangan pekerjaan.

"Banyak lapangan pekerjaan yang diisi pelajar internasional, aku sendiri saja juga merasakan. Mau daftar kerja sebagai barista, front-of-house, atau runner aja susah," katanya.

Tapi ia mengatakan pelajar internasional "bagai sapi perah" di Australia.

"Biaya pendidikan kami mahal, rent juga lumayan mahal, dan setelah selesai, disuruh langsung pulang. Bayar tuh kami pasti selalu yang paling premium, tapi kami tidak pernah dapat kualitas prmium juga."

Pembatasan ini bukanlah aturan pertama yang membuat mereka yang ingin belajar dan tinggal di Australia menjadi khawatir.

Awal tahun ini, pemerintah Australia meningkatkan skor tes Bahasa Inggris sebagai persyaratan untuk mendapatkan 'student visa' dan 'graduate visa'.

Tidak hanya itu, pemerintah Australia juga mensyaratkan "genuine student test" untuk membuktikan jika tujuan mereka datang ke Australia adalah benar-benar untuk belajar.

"Sebenarnya kami datang untuk niatan baik, untuk belajar dan juga dapat pengalaman pekerjaan," ujar Agung.

"Perlu dipertimbangkan lagi sih peraturan baru ini."

Yeganeh SoltanpourMahasiswi seperti Yeganeh Soltanpour, Presiden Dewan Mahasiswa Internasional Australia (CISA), hanya akan bisa bekerja 48 jam per minggu mulai 1 Juli. (Foto: abc.net.au/indonesian - Supplied)

Beredarnya informasi yang salah di jejaring sosial

Sebagai Presiden Council of International Students Australia, Yeganeh Soltanpour mengatakan pemerintah Australia sering konsultasi dengan organisasinya, termasuk soal rencana membatasi jumlah pelajar internasional.

Yeganeh mengatakan ia bisa memahami alasan kenapa pemerintah Australia melakukan "tindakan drastis" dengan membatasi jumlah pelajar internasional.

"Penting untuk memahami tekanan yang kita hadapi saat ini terkait biaya hidup," ujarnya.

"Kurangnya tempat tinggal bagi pelajar adalah masalah yang sangat besar … dan terkadang mendorong mereka ke lingkungan hidup yang cukup berbahaya."

Yeganeh khawatir melihat banyak berita misinformasi tentang peraturan baru ini di media sosial, khususnya TikTok, yang memiliki judul kontroversial untuk menarik perhatian.

"'Australia membenci pelajar internasional' atau 'Australia tidak lagi menginginkan pelajar' .… semua itu sama sekali tidak benar, tapi saya mengerti mengapa berita seperti itu bisa mengejutkan calon mahasiswa," katanya.

pelajar internasional di AustraliaSejumlah pihak di Australia mengkhawatirkan jumlah pelajar internasional yang akan dibatasi mulai tahun depan. (Foto: abc.net.au/indonesian - ABC News: Lucas Hill)

Yeganeh menyarankan para calon mahasiswa untuk selalu mengecek situs resmi pemerintah Australia ketimbang hanya mencari tahu dari sosial media.

Dari pemahamannya, rencana baru ini bertujuan untuk mendorong penyedia pendidikan untuk berinvestasi dalam membangun perumahan bagi para mahasiswa, jika mereka ingin lebih banyak mahasiswa yang mendaftar melebihi batas yang diusulkan.

"Anggaplah seolah-olah jika penyedia pendidikan ingin mendaftarkan lebih banyak siswa, mereka perlu memastikan ikut berkontribusi terhadap kenyamanan dan keselamatan pelajar," katanya.

Yeganeh menambahkan dibawah kerangka baru ini, jumlah pelajar internasional yang diperbolehkan adalah 1,5 juta, yaitu 550 ribu lebih banyak dibandingkan rekor pendaftaran tertinggi yang tercatat pada tahun 2023.

"Jadi kami tidak dibatasi hingga di bawah jumlah yang ada saat ini," ujar Yeganeh.

mahasiswa internasional di AustraliaDilihat dari jumlahnya ada 662,895 pelajar internasional di Australia untuk periode Januari-Februari 2024 dan pelajar asal Indonesia menduduki peringkat kesembilan terbanyak. (Foto: abc.net.au/indonesian - Reuters/Loren Elliott)

Melindungi sektor pendidikan

Phil Honeywood, CEO International Education Association of Australia mengatakan banyak orang yang berencana datang ke Australia memerlukan kejelasan mengenai perubahan tersebut.

"Kami khawatir akan terjadi kebijakan yang melampaui batas yang akan merusak reputasi Australia sebagai negara tujuan belajar yang ramah, aman, dan berkelas dunia," ujarnya.

Ia juga mengatakan bukan hanya universitas yang akan terkena dampak perubahan yang diusulkan, tapi "ratusan perguruan tinggi swasta berbahasa Inggris yang sudah lama berdiri".

"Ini akan menimbulkan masalah besar dan berpotensi membahayakan 200.000 pekerjaan," katanya.

Rektor University of Sydney, Mark Scott, mengatakan meski pendanaan universitas hampir mencapai titik impas bagi mahasiswa domestik, ada kekurangan dana yang signifikan untuk penelitian.

Kesenjangan pendanaan ini, biasanya, didapatkan dari biaya kuliah mahasiswa internasional.

"Jika kita mengirim pesan kepada mahasiswa internasional kalau mereka tidak diterima, mereka punya banyak pilihan lain. Ini adalah industri ekspor jasa nomor satu di negara ini," kata Profesor Scott.

"Mari kita bekerja sama secara hati-hati untuk melindungi pasar ini, untuk memperkuat universitas-universitas Australia, dan untuk melihat manfaat yang diperoleh mahasiswa internasional bagi seluruh masyarakat Australia."

Selain membatasi jumlah mahasiswa internasional, rancangan International Education and Skill Strategic Framework juga akan mempertimbangkan untuk:

Mencegah penyedia pendidikan memiliki bisnis agen pendidikan

Mengehentikan sementara pendaftaran pelajar internasional hingga 12 bulan dari penyedia pendidikan internasional yang baru, juga penyedia kursus baru

Mewajibkan penyedia layanan pendidilan baru untuk menunjukkan rekam jejak pernah menyalurkan pendidikan kepada pelajar domestik, sebelum diizinkan merekrut pelajar internasional

Membatalkan pendaftaran penyedia yang tidak aktif untuk mencegah digunakan sebagai alat masuk pasar oleh pelaku yang tak bertanggung jawab

Mencegah penyedia layanan pendidikan yang sedang dalam penyelidikan untuk merekut mahasiswa baru

Meningkatkan pembagian data yang berkaitan dengan agen pendidikan

- (abc.net.au/Indonesian)

Berita terkait
Jam Kerja Pelajar Internasional di Australia Dibatasi Mulai 1 Juli 2023
Tapi mulai 1 Juli 2023, pembatasan diberlakukan lagi menjadi maksimal 48 jam per dua minggu
0
Tanggapan Mahasiswa Soal Rencana Pemerintah Australia Batasi Jumlah Pelajar Internasional
Baru jelang tahun 2023 pelajar internasional mulai berdatangan kembali ke Australia dengan jumlah pengajuan visa pelajar capai rekor tertinggi.