Jakarta – Sedikitnya dua demonstran tewas pada Minggu, 21 Maret 2021, di Myanmar. Keduanya adalah korban jiwa terbaru dalam bentrokan disertai kekerasan antara polisi dan warga sipil, pasca kudeta yang dilakukan militer terhadap pemimpin sipil de facto, Aung San Suu Kyi, pada 1 Februari 2021. Demonstrasi anti kudeta terus berlangsung di Myanmar bahkan kali ini dilakukan oleh tenaga medis.
Para demonstran anti kudeta di Mandalay berunjuk rasa pada fajar Minggu, 21 Maret 2021, untuk menghindari konfrontasi besar dengan pasukan keamanan dan polisi.
Demonstran anti-kudeta menggelar aksi protes di Nyaung-U, Myanmar 17 Maret 2021. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS)
Sejumlah tenaga medis, termasuk dokter, perawat, mahasiswa kedokteran dan apoteker berjas putih, bergabung dengan para demonstran pro-demokrasi. Mereka berpawai semalaman, dari Sabtu, 20 Maret 2021 hingga Minggu, 21 Maret 2021.
Massa meneriakkan slogan-slogan dan membawa poster bertuliskan “Selamatkan pemimpin kami,” merujuk pada mantan pemimpin de fakto, Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi dan beberapa pemimpin lain yang dipilih secara demokratis masih ditahan sejak 1 Februari.
Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, menjadi pusat aksi unjuk rasa menentang militer.
Biksu Myanmar dalam protes menentang kudeta militer, 8 Februari 2021 (Foto: dw.com/id)
Menurut Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik (AAPP), seorang pengunjuk rasa ditembak mati di Kota Monywa dan tiga lainnya terluka.
Sementara, portal berita Myanmar Now melaporkan satu orang tewas dan beberapa terluka pada Minggu, 21 Maret 2021, di Mandalay, ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah massa.
Menurut AAPP, sedikitnya 249 orang telah tewas sejak kudeta (vm/pp)/voaindonesia.com. []