Sleman – Tumpukan berbatang-batang bambu terlihat di sisi barat ruas jalan sekitar Cebongan, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sementara di sisi timur jalan, berjejer sejumlah toko-toko penjual barang-barang kerajinan bambu.
Dua pria paruh baya sibuk bergelut dengan bilah-bilah buluh di depan gubuk berisi tumpukan bambu. Satu dari mereka menggergaji batang-batang bambu sesuai ukuran yang dibutuhkan, lainnya tampak membersihkan bambu-bambu yang sudah dibelah dan dipotong. Urat-urat pada lengannya yang berkulit gelap tampak menonjol, seiring gerakan tangannya membersihkan bambu.
Sebagian wajah mereka basah oleh peluh. Sesekali lengan baju diusapkan di dahi untuk menghapus bulir-bulir keringat.
Suara gergaji seperti berlomba dengan bising suara knalpot kendaraan yang melintas, menambah gerah suasana siang itu, Kamis, 4 Januari 2021. Matahari sedikit tertutup oleh gumpalan awan kelabu yang berarak dari arah barat.
“Niki ndamel gazebo, Mas. (Ini sedang membuat gazebo, Mas),” ucap salah satu dari mereka sambil terus membersihkan bambu di pangkuannya.
Seorang perajin sedang membelah bambu di kawasan sentra kerajinan bambu Cebongan, Kabupaten Sleman, Kamis, 4 Februari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)
Di seberang jalan, di salah satu toko kerajinan tertata rapi sejumlah benda-benda kerajinan yang sebagian besar berbahan dasar bambu. Mulai dari kursi, keranjang, ayunan, serta sejumlah aksesoris dari bambu.
Tepat di samping toko, dua pria yang merupakan karyawan usaha kerajinan itu juga sibuk dengan batang-batang buluh. Mereka adalah Bejo, 45 tahun, dan Ponidi, 40 tahun.
Bejo tampak menghaluskan batang bambu yang akan dibuat menjadi kursi, dia menggunakan sebilah pisau kecil. Sementara Ponidi dengan telaten menganyam batang-batang bambu di depannya menjadi tirai.
Bejo mengaku bekerja sebagai perajin bambu sejak sebelum tahun 1995, tapi dia tak ingat pasti tahun awal dirinya memiliki keterampilan sebagai perajin bambu.
“Saya jadi perajin bambu sejak sebelum tahun 1995. Saya mulai belajar di sini, dari yang punya Usaha Karya Mandiri ini, namanya Ibu Tamsir,” kata Bejo.
Tanpa beranjak dari tempatnya jongkok, Bejo menjelaskan sejumlah benda kerajinan yang diproduksi di tempat itu. Kawasan tersebut kata Bejo sejak lama dikenal sebagai sentra perajin barang-barang berbahan bambu.
Produksinya ya mulai dari kere (tirai), kursi bambu, gazebo, dan lain-lain. Sebagian besar dari bambu tapi dari rotan juga ada. Semuanya diproduksi di sini.
Untuk membuat satu unit kursi bambu berukuran besar, kanjut Bejo, dibutuhkan waktu tidak sampai satu hari. Sementara untuk pembuatan gazebo biasanya membutuhkan waktu sekitar satu minggu, tergantung ukuran gazebo yang dipesan.
Bejo, 45 tahun (kiri) dan Ponidi, 40 tahun (kanan) sedang menyelesaikan pekerjaannya membuat tirai bambu, di kawasan sentra kerajinan bambu Cebongan, Kabupaten Sleman, Kamis, 4 Februari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)
“Sehari bisa lebih dari satu kursi. Kalau gazebo satu minggu sudah jadi. Ukurannya sekita 2 x 4 meter. Kemarin juga ada ukuran 10x 2 meter diselesaikan dalam satu minggu.”
Untuk membuat beragam kerajinan tersebut, para perajin biasanya menggunakan bambu jenis wulung, sebab warnanya lebih gelap daripada bambu jenis lain. Tapi, khusus untuk pembuatan tirai bambu, bisa juga digunakan bambu jenis apus.
“Kalau tirai ya bisa menggunakan bambu apus. Lebih awet bambu apus, cuma warnanya pucat. Warnanya terlalu putih, kurang menarik. Kalau bambu wulung lebih gelap dan berkarakter,” ujar Bejo menegaskan.
Proses Terumit
Saat ditanya tentang proses yang paling sulit atau rumit dalam memroduksi kerajinan bambu, Bejo mengatakan proses penganyaman tirai bambu adalah yang tersulit karena membutuhkan ketelitian. Dalam sehari menganyam hanya bisa menghasilkan satu tirai bambu berukuran 2x2 meter.
Proses produksi lain yang juga dinilainya rumit adalah pada pembuatan gazebo, khususnya pada pemasangan atapnya. Atap gazebo, lanjut Bejo, ada beberapa jenis, yakni berbahan multiroof, ijuk, dan kajang.
“Kalau dalam pembuatan gazebo, tahapan yang paling rumit pada proses pemasangan atap. Ada atap ijuk, multiroof, kajang, tergantung pemesannya,” ucapnya melanjutkan.
Biasanya gazebo dipesan oleh pemilik usaha rumah makan atau tempat wisata, tetapi sesekali ada juga orang yang memesan gazebo untuk keperluan pribadi, misalnya mempercantik penampilan taman di rumahnya. “Kemarin ada pesanan dari rumah makan sebanyak 4 unit,” kata dia lagi.
Sejumlah produk kerajinan bambu di kawasan sentra kerajinan bambu Cebongan, Kabupaten Sleman, Kamis, 4 Februari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)
Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh daerah di Indonesia, diakuinya cukup berdampak pada penjualan kerajinan berbahan bambu, meskipun diakuinya pesanan tetap ada.
“Pandemi ini ya masih tetap ada pesanan meskipun tidak sebanyak saat sebelum pandemi.”
Senada dengan penjelasan Bejo, Ponidi yang bertugas menganyam bambu menjadi tirai, membenarkan bahwa proses terumit adalah penganyaman.
Pria berusia 40 tahun ini mengaku baru bekerja sebagai perajin bambu sejak lima tahun lalu. Sebelumnya dia bekerja sebagai buruh pada proyek-proyek pembangunan rumah.
“Kalau ibu ini buka usaha sejak tahun 1985. Kalau saya baru sekitar 5 tahunan menjadi perajin dan bekerja di sini. Sebelumnya saya kerja di proyek bangunan,” ucapnya.
Dia menghentikan sejenak kegiatannya menganyam, lalu menjelaskan tahap-tahap pembuatan tirai. Awalnya batang bambu dipotong sesuai dengan ukuran yang diburuhkan. Setelah itu bambu dibelah menjadi beberapa bagian, lalu dihaluskan.
Khusus untuk tirai berbahan bambu apus atau bambu putih, sebelum proses lanjutan atau penganyaman biasanya dibleaching untuk menghindari munculnya jamur pada bambu. Selain itu juga supaya warnya menjadi lebih putih, lebih bersih.

Untuk membuat tirai bambu berukuran 2 x 2 meter dibutuhkan bambu sepanjang dua meter sebanyak 8 batang dan benang nilon untuk penganyaman sepanjang 35 meter.
“Dalam sehari bisa bikin ukuran 2 x 2 meter,” kata Ponidi menuturkan.
Tirai bambu yang dibuat di tempat itu biasanya dipasarkan di toko milik majikannya dan melalui sistem online. Peminat tirai bambu, lanjut Ponidi, lebih didominasi oleh warga lokal.
“Kalau kere ini pemasarannya lokal, dijualnya tidak keliling tapi dijual di outlet,” tuturnya.
Saat ditanya mengenai pengaruh musim atau cuaca terhadap penjualan tirai, Bejo menjawab bahwa tirai selalu laris sepanjang musim, baik musim penghujan maupun musim kemarau. Saat musim hujan tirai bisa berfungsi sebagai penahan percikan air, sementara di musim kemarau berfungsi sebagai penghalang terik matahari.
Meski saat ini sudah cukup banyak tirai yang berbahan plastik atau bahan lain, namun tirai berbahan bambu masih lebih banyak diminati oleh masyarakat. Harga pasaran tirai bambu berukuran 2x2 meter biasanya berada di kisaran Rp 160 ribu per unit.
“Tirai bambu justru lebih banyak disukai daripada tirai berbahan lain. Karena tirai bambu lebih adem.”
Selain tirai bambu, sejumlah besar barang kerajinan dari bambu juga diproduksi oleh mereka, meski ada juga barang yang dibeli dalam bentuk kerajinan mentah, seperti kursi rotan yang sebagian besar dikirim dari daerah Cirebon, Jawa Barat. “Dikirim dari Cirebon Jawa Barat, tapi di sini juga memroduksi kalau ukuran kecil. Kalau yang besar-besar biasanya di sini cuma proses finishing,” kata Bejo. []