Tukang Bakso di Makassar Menjelma Sultan Hasanuddin

Tukang bakso keliling di Makassar menjelma pahlawan nasional Sultan Hasanuddin itu namanya Sahabuddin Samad atau biasa disapa Daeng Subuh.
Sahabuddin Samad atau biasa disapa Daeng Subuh, dengan kostum Sultan Hasanuddin, memberikan hormat pada Merah Putih yang menyelubungi gerobak baksinya di Jalan Bhayangkara, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 16 Agustus 2019. (Foto: Tagar/Lodi Aprianto)

Makassar - Tukang bakso keliling menjelma Sultan Hasanuddin itu namanya Sahabuddin Samad atau biasa disapa Daeng Subuh. Ia memakai busana khas Makassar dominan merah menyala, busana yang melekat pada sosok Sultan Hasanuddin. 

Sultan Hasanuddin adalah pahlawan yang berjuang melepaskan Indonesia dari cengkeraman penjajah. Lahir di Makassar, populer dengan julukan Ayam Jantan dari Timur.

Daeng Subuh tinggal di Jalan Manunggal 31, Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.

Selain mengenakan kostum Sultan Hasanuddin, ia juga menghiasi gerobak baksonya dengan ornamen merah putih. Ia melakukan ini dalam rangka merayakan kemerdekaan ke-74 Indonesia.

Daeng Subuh mengenakan penutup atau ikat kepala yang dinamakan Passapu Patinra' atau Patonro (pengikat kepala khas raja bugis-Makassar). Busana adat Makassar khas berwarna merah, dan gerobak merah putih itu menjadi kreasinya.

Saya tetap berbesar hati dan semangat berjualan, karena sadar saya bukan lagi anak kemarin sore yang tidak punya istri dan anak.

17an MakassarDaeng Subuh menjajakan bakso di Jalan Bhayangkara, Kota Makassar, Jumat, 16 Agustus 2019. (Foto: Tagar/Lodi Aprianto)

"Ini nama usahanya Bakso Merdeka. Mengapa saya mengambil nama ini, karena sejak awal saya menjual dengan gerobak yang memiliki ciri khas orang Sulawesi sebagai suku Bugis, Makassar,"kata Daeng Subuh saat ditemui di Jalan Bhayangkara, Kota Makassar, Jumat, 16 Agustus 2019.

Ia mengatakan, ide kreatif itu pertama kali muncul saat ia memilih berjualan bakso. Sebelumnya ia memutuskan berhenti bekerja di toko penjualan alat kesehatan di Kota Makassar. 

Kostum itu, katanya, adalah wujud kecintaannya kepada pahlawan Bugis Makassar itu. Apalagi, tepat pada moment hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Daeng Subuh tak pernah menyangka nasibnya menjadi penjual bakso. Ia lulusan DIII Akademi Keperawatan Muhammadiyah di Makassar.

Ia merasa tak memiliki banyak pilihan, kehidupan di Makassar begitu keras, menjadi pedagang bakso demi menyambung hidup bersama keluarga, istri dan anak. Ia mengaku omsetnya ratusan ribu dalam sehari, tidak menyebut spesifik berapa angkanya.

"Saat itu memang saya dalam keadaan darurat, jadi ya dengan menjual bakso saja," kata Daeng Subuh mengenang awal mula sebagai penjual bakso. 

"Keluarga sendiri, bahkan istri tidak menyangka saya akan mengambil pilihan ini," katanya.

17an MakassarDaeng Subuh menghiasi gerobak bakso dengan ornamen merah putih dan kata-kata nilai nasionalisme. (Foto: Tagar/Lodi Aprianto)

Menurutnya bakso merupakan penyelamat bagi orang yang lapar. Namun ia juga mengaku, tukang bakso tetaplah profesi yang kastanya berada di urutan bawah di mata banyak orang. Tidak memiliki pangkat atau jabatan.

"Saya tetap berbesar hati dan semangat berjualan, karena sadar saya bukan lagi anak kemarin sore yang tidak punya istri dan anak. Sekarang saya sudah memiliki keduanya, ada amanah dan tanggung jawab di dalamnya," ujarnya.

Setiap hari Daeng Subuh memulai pagi dengan pergi ke pasar, berbelanja bahan bakso dan rempah-rempah. Istrinya membantunya dalam membuat bakso.

Ia mengatakan Bakso Merdeka miliknya punya rasa khas dengan resep buatan sendiri. Ia yakin penikmat baksonya akan tergiur dan terus merindukannya.

"Saya meramu resep sendiri. Rasanya beda dengan bakso lain," katanya.

Selama menjajakan Bakso Merdeka, katanya, para pelanggan memberikan respon yang baik padanya, memuji bakso buatannya enak. 

Konsumennya kebanyakan kalangan menengah ke bawah, ada pula beberapa pejabat mencicipi baksonya itu.

"Saya sudah punya pelanggan tetap. Jadi alur saya untuk menjual bakso sudah teratur dan alhamdulillah baksonya juga biasanya terjual habis," katanya.

Daeng Subuh mengatakan dirinya yang cuma penjual bakso tak tahu banyak tentang nasionalisme. 

"Apa pun pekerjaan kita baik yang ada pangkat atau tidak, kita sama sekali tidak boleh melupakan budaya dan adat istiadat yang turun temurun sudah melekat di jiwa kita sebagai suku Bugis, Makassar, apalagi sampai akan meninggalkannya," katanya. []

Berita terkait
Dirgahayu ke-74 RI, Kesederhanaan Soekarno-Hatta
Presiden dan wakil presiden pertama Indonesia, Soekarno-Hatta menjalani gaya hidup sederhana yang mesti diketahui generasi milenial.
Dari Google Sampai Ozil Ucapkan Dirgahayu Indonesia
Dari Google sampai Ozil ucapkan Dirgahayu Indonesia. Perayaan ultah kemerdekaan ke-73 RI menjadi perhatian warga dunia.
Lima Wanita Berpengaruh dalam Perjuangan Indonesia
Perjuangan kemerdekaan Indonesia tak hanya ditentukan dari tangan-tangan lelaki saja tapi juga terdapat jasa kaum perempuan.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.