Jakarta, (Tagar 19/5/2017) – Kondisi geopolitik Indonesia yang menghubungkan geografi tanah air dan kondisi dalam negeri kini sampai pada titik di mana pemerintah mengubah budaya strategi yang selama ini cenderung melihat ke dalam.
“Geopolitik Indonesia berada di sebuah titik penting untuk mengubah 'strategic culture' yang cenderung 'inward looking' atau melihat ke dalam menjadi 'outward looking' atau lebih memandang ke luar,” kata Gubernur Lemhannas Letjen (Purn) Agus Widjojo usai memberikan sambutan pada Jakarta Geopolitical Forum di Jakarta, Jumat (19/5).
Menurut Agus, jika strategi nasional terlalu berorientasi ke dalam maka dinamika yang terjadi di dunia akan dilihat seolah-olah sebagai teori konspirasi di mana ada kekuatan-kekuatan luar yang mempengaruhi Indonesia. Demikian juga sebaliknya jika orientasi strategi budaya terlalu berorientasi ke luar atau "outward looking" maka batas-batas negara akan berkurang.
“Bukan berkurang secara fisik geografi tapi lalu lintas dan gagasan cara berpikir. Maka kita lupa dengan kondisi dalam negeri. Maka menyeimbangkan pandangan ke dalam dan ke luar akan lebih menguatkan pertahanan Indonesia dalam menghadapi dinamuka global yang tidak menentu,” jelas Gubernur Lemhannas.
Gubernur Lemhanas menekankan, Indonesia sebagai bangsa didirikan tanpa paksaan, melainkan dengan dasar sukarela dan keikhlasan. Pada 1908 dan 1928 ada banyak kesultanan tapi semua lebur dengan sukarela. “Persatuan dan kesatuan Indonesia bukan ada dengan sendirinya karena beragamnya suku dan agama,” ujarnya. (yps/ant)