Uji Sahih RUU Perubahan Kelima UU Pemerintahan Daerah Komite I Ke Provinsi NTT

Komite I Menyusun rancangan Undang-Undang perubahan kelima atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Uji Sahih RUU Perubahan Kelima UU Pemerintahan Daerah Komite I Ke Provinsi NTT. (Foto: Tagar/Dok DPD RI)

TAGAR.id, Jakarta - Mencermati pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah sejak tahun 2014 ditambah lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan serta dinamika sosial politik masyarakat, Komite I Menyusun rancangan Undang-Undang perubahan kelima atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sebagai salah satu proses dari penyusunan dan dalam rangka mendapatkan respon dari masyarakat, komite I melakukan uji sahih di kantor Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat, pada Selasa, 18 Mei 2024.

Dalam kegiatan tersebut hadir dari unsur pemerintah daerah, Forkopimda antara lain dari Polda Nusa tenggara Barat dan Korem 162/Wira Bhakti, perguruan tinggi dan Lembaga swadaya masyarakat.

Pemerintah Provinsi NTB, dalam hal ini Pj. Sekda Prov NTB, H. Ibnu Salim, SH., M.Si dalam sambutannya menyatakan bahwa lahirnya Undang-Undang pemda merupakan tonggak pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Namun dalam pelaksanaannya terjadi bias-bias karena tidak sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah, bahkan terjadi penarikan Sebagian kewenangan daerah. 

Uji sahih ini merupakan forum yang tepat untuk memberikan masukan terhadap rancangan yang tengah disusun oleh Komite I DPD RI.

Anggota DPD RI dapil NTB Evi Apita Maya menyampaikan bahwa kunjungan kerja Komite I ke NTB dalam rangka uji sahih perubahan kelima Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. 

Sementara itu, Wakil ketua Komite I, Filep Wamafma sebagai ketua delegasi Komite I mengatakan bahwa perubahan undang-undang Pemda dirasakan perlu karena secara faktual, beberapa ketentuan telah diubah oleh Undang-Undang Cipta kerja dan beberapa Undang-Undang sektor. Perubahan regulasi itu menimbulkan masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. 

Selain itu, DPD menilai bahwa penyelenggaraan otonomi daerah untuk mewujudkan demokrasi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan aspirasi dan prakarsa masyarakat setempat belum berjalan secara optimal. 

Disamping itu, terdapat muatan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang hingga saat ini tidak dilaksanakan, antara lain Desain besar otonomi daerah (Desartada) Filep menjelaskan bahwa terdapat beberapa materi RUU pemda, diantaranya urusan pemerintahan/kewenangan, aspek regulasi lokal hingga aspek pembinaan dan pengawasan. 

Uji sahih dilakukan untuk memperoleh aspirasi dari pemerintah daerah kalangan perguruan tinggi dan masyarakat.

Pembicara Rosiady H. sayuti, M.Sc, Ph.D dan Dr. Rossi Maunofa Widayat, S.IP., MA. Rosiady yang juga dosen Universitas Mataram tersebut menilai bahwa arah revisi Undang-Undang Pemda ini berfokus pada penataan daerah dengan mempertimbangkan aspek keseimbangan keuangan antar daerah, pemerataan pembangunan, dan keberagaman daerah.

Selain itumemperkuat fungsi pengawasan oleh DPRD terhadap pemerintah daerah, serta meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah. 

Mantan Sekprov NTB itu juga menambahkan adanya dampak yang mungkin ditimbulkan dari revisi kebijakan. Dampak tersebut bisa positif dan bisa pula negatif. 

Dampak positif dalam hal peningkatan taraf hidup, peningkatan akses terhadap pendidikan dan Kesehatan serta peningkatan toleransi dan keragaman. 

Sementara dampak negatif diantaranya ketidaksetaraan, dalam arti transformasi ekonomi dapat memperlebar jurang kesenjangan antara kaya dan miskin, disintegrasi sosial yang ditunjukkan pada hilangnya nilai-nilai dan tradisi budaya tradisional serta timbulnya kerusakan lingkungan.

Dr. Rossi Maunofa Widayat, S.IP., MA, dosen Universitas Muhammadiyah Mataram menyatakan bahwa desentralisasi tidak hanya berorientasi pada kemudahan pelayanan publik dan memperpendek rentang kendali, namun desentralisasi mesti merepresentasikan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di daerah. 

Desentralisasi ditengah keragaman dan kemajemukan identitas lokal harus didesain lebih representatif dan solutif bagi kebutuhan daerah. Secara umum, desentralisasi dan otonomi daerah dilihat dari beberapa kategori, diantaranya sosial, politik, administrasi, dan ekonomi.

Disesi diskusi, peserta mempertanyakan arah revisi undang-undang pemda, khususnya dalam meperkuat desentralisasi dan pemerintah daerah, termasuk tanggapan usulan ini mampu menjawab sepuluh faktor problem yang ada. 

Acara dimulai pada pukul 10.00 WITA dan berakhir pada pukul 13.00 WITA. Dalam kesempatan ini, senator yang turut hadir Dr. Pangeran Habib Abdurrahman Bahasyim, H. Darmansyah Husein, Hj. Andi Nirwana, Dr. Abdul Kholik, lr. Abraham Liyanto, H. Nanang Sulaiman, dan Dr. Ajieb Padindang. []

Berita terkait
Humas dan Fasilitasi Pengaduan DPD RI Bahas Standar Pelayanan Informasi Publik bersama Kemenpan RB
Standar Layanan Informasi Publik yang sesuai dengan UU KIP diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam memberikan layanan publik.
Datangi DPD RI, Asosiasi MRP Minta Dukungan Proteksi Hak Politik Orang Asli Papua
Asosiasi MRP se-Wilayah Papua meminta agar Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mendorong proteksi hak politik AOP.
Yozi Rizal, Bendahara DPD Demokrat Lampung Daftar Bakal Calon Bupati Way Kanan
Bendahara DPD Partai Demokrat Lampung Yozi Rizal resmi mendaftar sekaligus mengembalikan berkas pendaftaran bakal calon (balon) Bupati.