Jakarta – Twitter dan Facebook menerapkan aturan berbeda bagi pengguna yang menginginkan hal buruk menimpa seseorang. Ketentuan ini dikaitkan dengan maraknya sumpah netizen agar Presiden AS Donald Trump celaka akibat virus yang dulu ia remehkan, namun kini menimpa diri dan keluarganya.
Pihak Twitter menetapkan, tweet yang mengharapkan kematian Donald Trump setelah diagnosis positif Covid-19, termasuk perbuatan melanggar kebijakan dan dapat disanksi penangguhan.
Baik itu postingan berupa seruan untuk kematian, penyakit serius, penyakit epidemi, atau kecacatan.
Aturan Facebook sedikit berbeda, pengguna dapat menyatakan bahwa mereka menginginkan kematian atas seseorang selama orang itu adalah figur publik dan mereka tidak diberi tag pada postingan itu.
“Dengan kata lain, Anda boleh memposting bahwa Anda ingin Trump mati selama Anda tidak mengirimkan langsung postingan itu pada pribadi Trump. Baik itu postingan berupa seruan untuk kematian, penyakit serius, penyakit epidemi, atau kecacatan," tulis The Guardian dilansir Tagar, Sabtu, 4 Oktober 2020.
Media ternama Inggris itu mengabarkan, banyak orang mendoakan kesembuhan bagi Trump saat dia dirujuk ke pusat medis Walter Reed untuk perawatan pada Jumat, 3 Oktober 2020 kemarin. Banyak orang di Twitter, termasuk lawannya di Pemilu AS, Joe Biden berharap dia cepat sembuh.
Namun banyak orang yang melakukan hal sebaliknya. Dunia maya berharap Trump meninggal karena virus itu. Sebab di bawah kepemimpinannya, lebih dari 200.000 orang di Amerika Serikat tewas selama pandemi. Trump juga berulang kali meremehkan tingkat keparahan penyakit akibat Covid-19 itu.
"Tweet yang menginginkan atau mengharapkan kematian, cedera tubuh yang serius atau penyakit fatal terhadap siapa pun tidak diizinkan dan perlu dihapus," tulis manajemen Twitter.
Tangkapan Layar Pengumuman Kebijakan Twitter. (Foto: Tagar/Rifa Yanas)
Kebijakan ini, dikonfirmasi The Guardian telah berlaku sejak April 2020 dan berlaku untuk semua pengguna, tidak hanya Trump.
Merujuk pada laman resmi Twitter, sanksi atas pelanggaran kebijakan ini tetap mempertimbangkan banyak faktor. Termasuk tingkat pelanggaran dan catatan pelanggaran aturan sebelumnya dari seseorang pengguna tersebut.
Baca juga: Wow, Harga Remdesivir di Amerika Dipatok Rp 9 Juta Sehari!
“Misalnya, kami mungkin meminta seseorang untuk menghapus konten yang melanggar dan menjalankan jangka waktu tertentu dalam mode read only sebelum mereka dapat nge-Tweet lagi,” demikian bunyi aturan itu.
Platform media sosial ini sekaligus menekankan penangguhan permanen akan diberlakukan jika sebuah akun terlibat perilaku kasar dan tidak mengindahkan peringatan sebelumnya.[]