Pangkep – Senyum Sartika, 21 tahun, mengembang di atas pelaminan. Gadis ayu berkulit putih ini tampak bahagia bersanding dengan pria yang terpaut 39 tahun lebih tua darinya pada hari pernikahannya, Rabu, 3 Juni 2020.
Namun Sartika terkejut mendapati foto-foto pernikahannya berseliweran di lini masa media sosial keesokan harinya. Gambar yang memperlihatkan kulit dan usianya yang kontras dengan mempelai pria menjadi buah bibir.
Tapi bagi Sartika, pernikahannya dengan Aman, duda berusia 60 tahun, biasa saja. “Banyak komentar aneh-aneh dan tidak benar yang saya lihat," kata Sartika ketika ditemui di rumahnya, Jalan Penas VII, Minasatene, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Kamis, 4 Juni 2020.
Bagi saya kebahagiaan orang tua yang utama. Lagi pula, suami saya ini orangnya juga baik dan sabar. Mudah-mudahan bisa menjaga dan bahagiakan saya.
Tika memperlihatkan cincin pernikahannya dengan Aman. Keduanya tampak duduk berjauhan dan masih malu-malu. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)
Tika, demikian ia akrab disapa, menepis pernikahannya dengan Aman dipaksakan. Ia menegaskan orang tuanya tak pernah memaksanya bersuami dengan petani dan pekerja tambak itu.
Tika justru berkenan menerima pinangan Aman untuk membantu orang tuanya, Daeng Sarrang dan Dahlia. “Saya juga berharap dengan berkeluarga, saya bisa bantu mereka dan adik-adik saya nantinya. Saya tidak pernah merasa dipaksa karena memang saya mengerti kondisi orang tua saya,” ucapnya dengan suara sedikit bergetar.
Berbakti pada Orang Tua
Sedari kecil, anak kedua dari sepuluh bersaudara ini telah banting tulang membantu orang tuanya yang bekerja sebagai pemulung sampah plastik keliling. Di luar jam sekolah, Tika juga meluangkan waktunya memulung sampah plastik.
Meski demikian, keuangan keluarga Daeng Sarrang tetap tertatih-tatih membiayai anaknya. Tika akhirnya harus rela tidak menamatkan sekolah dasar. Setelah duduk di bangku kelas lima SD, ia tak pernah terlihat di kelas lagi.
Tika melanjutkan kegiatannya sehari-harinya di bawah terik matahari. Ia mengisi hari-harinya berkeliling bersama orang tuanya memulung sampah plastik untuk dijual.
Namun Tika mulai memperlihatkan perangai tak biasa ketika beranjak remaja. Menurut ibunya, Tika mulai tampak malu-malu berkeliling mencari sampah plastik.
"Jadi, saya minta dia di rumah saja urus adik-adiknya,” tutur Dahlia.
Ketika menginjak 21 tahun, gadis berjilbab ini menerima kabar seorang duda 60 tahun dari kabupaten sebelah berencana meminangnya. Tak lama kemudian, ia mengetahui pria yang akan meminangnya itu berasal dari Langkeang, Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros.
Menurut cerita Aman, ia dan Tika hanya membutuhkan waktu sekitar dua pekan untuk mencapai kesepakatan menuju pelaminan. Kesepakatan itu dicapai usai pertemuan yang difasilitasi oleh salah seorang sanak keluarga mereka.
“Saya jatuh cinta pada pandangan pertama waktu pertama kali bertemu di rumah ibu tiri saya,” ujar Aman
Oleh kerna itu, Aman tidak ingin lama-lama memendam rasa usai pertemuan pertemanya dengan Tika. Tapi Aman ragu melangkah.
"Apakah memang dia dan keluarganya ini mau menerima saya karena kan saya ini statusnya sudah duda," katanya.
Tapi Aman terlanjur jatuh cinta. Ia lalu meminta ibu tirinya mencari tahu tanggapan keluarga Daeng Sarrang bagaimana jika ia melamar Tika.
“Namanya kalau sudah cinta. Jadi saya beranikan diri meminta ibu tiri saya pergi bertanya-tanya. Ternyata diminta untuk datang melamar,” ujarnya.
Dahlia mengatakan keluarga besarnya tidak pernah menyoal status Aman. “Begitu juga soal umur yang terpaut jauh karena kakak kandung Sartika juga dipersunting oleh pria yang umurnya juga terpaut jauh dan tetap bahagia hingga sekarang,” katanya.
Pernikahan dengan Sartika merupakan ketiga kalinya bagi Aman. Pernikahan pertamanya kandas usai dikaruniai dua orang anak. Ia menikah lagi namun kemudian istrinya meninggal dunia. Dua tahun berselang, barulah ia bertemu dengan Sartika.
Tika lewat layar ponsel pintarnya memperlihatkan momen bahagianya saat baru saja melangsungkan akad nikah di KUA Kecamatan Minasate’ne. (Foto: Tagar/Aan Febriansyah)
Mahar Pernikahan
Pembicaraan kedua keluarga berlanjut mengenai mahar. Orang tua Tika meminta mahar senilai 20 juta rupiah tapi Aman tak menyanggupi. Aman mengaku hanya bisa menyediakan 15 juta tapi ditambah empang dua ribu meter persegi dan cincin emas satu gram.
Keluarga Tika akhirnya memaklumi. Kesepakatan kedua keluarga tercapai. “Yang begini kan tidak harus dipersulit,” kata Dahlia.
Pernikahan keduanya berlangsung secara sederhana. Di tengah pandemi Covid-19, akad nikah digelar di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Minasatene dan hanya dihadiri oleh kerabat dekat kedua mempelai.
Sartika menerima Aman sebagai jalan takdir. Ia memang tak menyangka bisa bersuamikan Aman. Tapi, kata Tika, rahasia Tuhan siapa yang tahu.
“Bagi saya kebahagiaan orang tua yang utama. Lagi pula, suami saya ini orangnya juga baik dan sabar. Mudah-mudahan bisa menjaga dan bahagiakan saya," ujarnya. []
Baca cerita lain:
- Letusan Gunung Tambora yang Mengubah Wajah Dunia
- Merajalela Waria Aceh Menjaja Cinta di Tengah Corona