Jakarta - Dua pejabat di China harus kehilangan pekerjaannya karena membiarkan seorang anak laki-laki disabilitas (mempunyai ketidaksempurnaan fisik) meninggal dunia ketika ayah dan kakaknya dikarantina petugas karena diduga terinfeksi virus corona baru. Yen Chen berusia 16 tahun ditemukan tewas pada Rabu, 4 Februari 2020, seminggu pasca ayah dan kakaknya dikarantina.
Kisah tewasnya Yan Cheng menjadi viral dan trending di situs web media sosial. Hal ini mengakibatkan sekretaris partai komunis dan seorang wali kota di Huajiahe diberhentikan karena dinilai gagal dalam menjalankan tugas.
Keluarga Yan Cheng tinggal di Provinsi Hubei, pusat penyebaran virus corona. Menurut media setempat, ayah remaja disabilitas ini memposting di platform media sosial lokal, Weibo, mengabarkan dan memohon bantuan karena anaknya tinggal sendirian tanpa makanan dan minuman pasca ia dikarantina.
Diketahui bahwa anak itu menderita cerebral palsy atau lumpuh otak. Yakni penyakit yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan perkembangan otak, yang biasanya terjadi saat anak masih di dalam kandungan. Anak yang menderita cerebral palsy akan mengalami masalah dengan penglihatan, bicara dan pendengaran.

Seperti diberitakan dari BBC News, Selasa, 4 Februari 2020, seorang pejabat menyatakan akan melakukan penyelidikan penyebab kematian anak laki-laki itu. Berdasarkan data terakhir, jumlah korban tewas akibat serangan mematikan virus coona di China mencapai 425 orang dan yang terinfeksi virus melonjak 3.235 menjadi 20.438 orang. Setidaknya ada 151 kasus di 23 negara termasuk AS, Jepang, Thailand, Hong Kong dan Inggris, termasuk satu kematian di Filipina.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingkatkan bahwa jumlah kasus akan melonjak drastis. Sementara otoritas kesehatan China mengklaim telah memperkenalkan sejumlah langkah untuk mencoba menghentikan penyebaran virus corona.
Penyebaran virus corona yang masif ini membuat China menghadapi ancaman isolasi internasional. Hal ini dikhawatirkan akan memicu kekhawatiran perekonomian yang lebih luas di tengah perlambatan pertumbuhan. Sumber-sumber di kartel minyak OPEC menyatakan para produsen mempertimbangkan memangkas produksi hampir sepertiga untuk menjaga harga. Kalangan ekonom memprediksi output ekonomi dunia akan dipangkas berkisar 0,2 hingga 0,3 persen karena dampak diisolasinya China oleh dunia internasional.[]