Jakarta - Merebaknya virus corona di China membuat pemerintah melakukan pendekatan ekstra hati-hati guna meminimalisir dampak penyebarannya di Tanah Air. Salah satu langkah yang ditempuh adalah upaya pembatasan impor dari Negeri Panda tersebut.
Akan tetapi, penghentian pengiriman barang dan jasa dari China secara total dikhawatirkan akan menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor China untuk periode Januari-November 2019 bernilai 40,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Angka tersebut sekaligus menjadikan China sebagai negara importir terbesar di Indonesia dengan porsi 26,11 persen.
Apabila pemerintah melakukan upaya pemberhentian seluruh komoditas barang dan jasa dari negara di Asia Timur itu, maka kebutuhan impor dalam negeri akan berkurang lebih dari seperempatnya. Penyetopan impor ini juga akan berdampak pada perlambatan kinerja ekonomi di Tanah Air. Sebab, sebagian besar barang yang didatangkan tersebut merupakan barang modal seperti alat telekomunikasi, mesin pemanas/pendingin, prosesor, peralatan elektronik, serta sejumlah lain mesin kerja produksi.

Adapun, nilai keseluruhan impor Indonesia pada periode Januari hingga November 2019 adalah US$ 156,22 miliar dolar AS atau turun 9,8 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan sendiri tersebut dipicu oleh anjloknya impor migas dan nonmigas masing-masing sebesar 29,06 persen (8,0 miliar miliar dolar AS) dan 6,21 persen (9,03 miliar dolar AS).
Salah satu komoditas pangan yang menjadi sorotan saat ini adalah bawang putih. Produk konsumsi jenis holtikutura itu ternyata banyak disuplai oleh China. Hingga akhir November 2019, impor bawang putih asal Negeri Tirai Bambu itu diketahui berjumlah lebih dari 358.000 ton, atau setara dengan 406,5 juta dolar AS.
Sementara konsumsi dalam negeri sendiri telah menyentuh angka 503.000 ton, dengan kemampuan produksi hanya sekitar 39.000 ton. Disisi lain, merujuk pada studi Bappenas, pertumbuhan konsumsi bawang putih secara nasional diperkirakan meningkat 11,24 persen setiap tahunnya. Data tersebut merupakan gambaran rerata konsumsi sejak 1990 hingga 2016.
Selain bawang putih, komoditas perkebunan lain yang menyokong industri dalam negeri adalah importasi tembakau. Pada periode yang sama, besaran impor bahan baku rokok itu adalah sebesar 40,4 juta ton. Angka itu setara dengan nilai 160,1 juta dolar AS. Beberapa komoditas lain yang dianggap krusial adalah kopi 1 juta ton (1,8 juta dolar AS), dan cabai kering 3,1 juta ton (4,9 juta dolar AS).[]