Jakarta - Perdana Menteri Li Keqiang mengunjungi Wuhan di Provinsi Hubei yang menjadi pusat penyebaran virus Corona. Kedatangan Li ini untuk memberikan sinyal positif bahwa pemerintah menanggapi krisis kemanusiaan itu dengan serius.
Perdana Menteri Li merupakan pejabat paling senior yang mengunjungi Wuhan sejak awal penyebaran wabah ini. Ia mengenakan pelindung tubuh dan masker wajah berwarna biru. Ia melakukan inspeksi untuk melihat upaya penanganan pencegahan virus dan sempat berbicara dengan staf medis dan pasien.
Seperti diberitakan dari Channel News Asia, Senin, 27 Januari 2020, pemerintah China memutuskan memperpanjang libur Imlek selama tiga hari hingga tanggal 2 Februari 2020 dalam upaya untuk memperlambat penyebaran virus. Tahun baru China merupakan waktu bagi jutaan orang untuk bepergian. Namun warga terpaksa membatalkan rencana itu setelah pemerintah memberlakukan pembatasan perjalanan.
Seorang anggota tim penyelamat berjalan melewati sebuah pengumuman tentang virus corona baru telah menyebar di China, di sebuah rumah sakit di mana seorang perempuan warga China, yang terbang dari Wuhan, China dan telah dikonfirmasi sebagai kasus pertama virus corona baru, di isolasi, di Incheon, Korea Selatan, Senin, 20 Januari 2020. (Foto: Antara)
Berdasarkan data hingga Senin, 27 Januari 2020, jumlah warga yang terinfeksi virus corona naik sekitar 30 persen menjadi lebih dari 2.700. Dari jumlah itu, separuhnya berasal dari Wuhan, Provinsi Hubei. Jumlah kematian meningkat dari 56 menjadi 76 orang, kata pejabat kesehatan. Lebih dair 10 negara telah terinfeksi virus, namun sejauh ini belum ada laporan korban jiwa. "Kemampuan virus corona untuk menyebar tampaknya semakin kuat meskipun tidak sekuat Sars," kata pejabat kesehatan China dalam konferensi pers.
Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merevisi laporannya pada Senin 27 Januari 2020 dari sebelumnya menyebutkan risiko gobal dari penyebaran virus corona adalah moderat menjadi tinggi. Dalam laporan terbarunya itu WHO menyebutkan bahwa risiko virus sangat tinggi baik di China, regional maupun global.
Juru bicara WHO Fadela Chaib mengakui lembaganya salah dengan menyebutkan risiko global penyebaran virus corona adalah moderat. Namun menurutnya itu hanya merupakan kesalah kata. Sebelumnya pada Kamis, Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus yang mengunjungi China pada Minggu menyebutkan bahwa virus corona merupakan keadaan darurat bagi China, namun belum mennjadi darurat kesehatan global.

WHO sepertinya tidak ingin mengulangi kekeliruan karena kesalahan menyampaikan informasi, seperti dalam kasus pandemi flu babi H1N1 2009 yang mematikan. Kala itu WHO dikritik karena memicu kepanikan orang untuk membeli vaksin karena pengumuman lembaga PBB itu yang menyebutkan wabah flu babi mencapai proporsi pandemi. Namun ternyata kekhawatiran itu dinilai publik berlebihan.
Tahun 2014 WHO juga mendapat kritikan ketika menganggap epideim Ebola tidak begitu parah. Padahal wabah Ebola telah menghancurkan tiga negara di Afrika barat dan lebih dari 11.300 jiwa tewas.[]