Jakarta - Volkswagen (VW) tetap akan mengoperasikan pabrik di permukiman etnis muslim Uighur di Xinjiang, China. VW menegaskan tidak ada kerja paksa pada pabrik manufaktur otomotif asal Jerman itu.
Seperti diberitakan dari BBC News, Jumat, 13 November 2020, China dituduh melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Uighur. Ratusan ribu warga Uighur dan minoritas lainnya ditahan pada kamp-kamp atau menjalani kerja paksa di pabrik.
Memang benar, pada masa Nazi, kami melakukan kerja paksauntuk memproduksi mobil Volkswagen.
Tuduhan ini menyebabkan beberapa perusahaan multinasional memutuskan hubungan dengan wilayah tersebut, meskipun Tiongkok bersikeras bahwa klaim tersebut tidak benar. Para pengkritisi VW menilai, perusahaan otomotif ini mempunyai kewajiban moral tertentu untuk tidak terlibat dalam praktik kerja paksa semacam itu lantaran sej sejarah kelamnya.
VW didirikan oleh Partai Nazi Jerman yang berkuasa pada tahun 1937. Nazi menerapkan sistem kerja paksa - termasuk tahanan kamp konsentrasi - di pabrik Volkswagen selama Perang Dunia II.
Namun dalam sebuah wawancara dengan BBC di Beijing, CEO perusahaan di China, Stephan Wollenstein, membela kehadiran Volkswagen di ibu kota Xinjiang, Urumqi. Perusahaan beroperasi dengan mempekerjakan 600 karyawan, memproduksi hingga 20.000 kendaraan setahun.
Sekitar satu juta warga muslim minoritas Uighur diperkirakan telah ditahan di kamp penjara di Xinjiang, China. (Foto: Tagar|Reuters|Kamp Uighur).
"Memang benar, pada masa Nazi, kami melakukan kerja paksauntuk memproduksi mobil Volkswagen," katanya.
Menurutnya, apa yang terjadi di masa Nazi, tak mungkin diterapkan saat ini. Untuk itu, pihaknya memastikan tidak ada produksi dari hasil kerja paksa. "Kami jamin, di pabrik Urumqi tidak ada kerja paksa," tutur Wollenstein.
Namun ia tidak bisa memastikan saat ditanya apakah VW bisa memberikan jaminan bahwa tidak ada tenaga kerja - yang sekitar 25 persen terdiri dari warga Uighur dan minoritas lain - pernah berada di kamp. Wollenstein hanya berkata,"Kami berusaha untuk mengontrol proses terkait perusahaan, termasuk proses perekrutan SDM, yang dilakukan dengan cara yang terbaik.”
Menurutnya, proses rekrutmen tersebut untuk mengurangi risiko mendapatkan SDM yang tidak sesuai standar. "Tapi saya kira kami tidak akan pernah bisa mencapai kepastian 100 persen," ucapnya.
Namun, pembelaan VW tak dianggap oleh para kritikus. Salah satunya, Viola von Cramon-Taubadel, anggota Partai Hijau Parlemen Eropa dan sebelumnya anggota Parlemen Federal Jerman dari Lower Saxony - negara bagian tempat markas besar Volkswagen.

"Mengapa mereka tidak bisa memastikan? Mereka harus memastikan bahwa tidak ada hubungan antara kamp kerja paksa dan perusahaan itu," katanya kepada BBC.
Meskipun Volkswagen bisa membuktikan bahwa rantai pasokan bersih dari praktik kerja paksa, tetap saja akan mendapatkan kritikan. Masalahnya, membuka pabrik mobil di Xinjiang membutuhkan kemitraan dan persetujuan dari pihak berwenang China. Ini memicu kekhawatiran bahwa perusahaan secara diam-diam memberikan dukungan terhadap kebijakan penahanan massal dan penindasan etnis, yang sekarang memiliki bukti kuat.
Data satelit, keterangan para saksi, dan catatan pemerintah China memperjelas skala pembangunan kamp dan kerja paksa di balik buruh pabrik Volkswagen. "Pembukaan pabrik memberikan Partai Komunis legitimasi yang lebih tinggi," kata von Cramon-Taubadel. []
- Baca Juga: Menelusuri Jejak Masa Silam Etnis Uighur di China
- Volkswagen Makin Pede, Pertumbuhan Penjualan di China Mantap