Sleman - Wakil rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta Gatot Sugiharto ikut menyoroti vonis yang dijatuhkan hakim ketua kepada terdakwa Nur Irawan, 35 tahun. Terdakwa merupakan driver pikap itu telah menghilangkan nyawa dua remaja diduga pelaku kenakalan remaja atau yang akrab dikenal klitih pada Desember 2018.
Menurutnya, keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman pada Selasa, 4 Agustus 2020 yang menjatuhkan vonis 10 bulan kepada terdakwa sudah cukup adil. Alasannya, Nur Irawan yang menabrak memang harus mempertanggungjawabkan perbuatan karena menghilangkan nyawa orang.
Penjatuhan hukuman terhadap Nur Irawan menjadi wajar karena telah terpenuhi unsur-unsur pidana. Namun hakim melihat peristiwa sebelumnya yang dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman terdakwa. Karena pembebasan terhadap terdakwa akan menjadi tidak adil bagi keluarga dua remaja.
"Vonis 10 bulan itu menurut saya sudah cukup adil kalau dikaitkan dengan peristiwa penabrakan. Adilnya di mana, kalau itu betul tidak ada sejarah yang dipikirkan oleh hakim (kenakalan remaja), pasti terdakwa ini akan dijatuhi pidana penjara pembunuhan atau kelalaian yang menyebabkan meninggalnya orang. Dan hukumannya bisa lebih berat dari 10 bulan," katanya kepada Tagar melalui sambungan telepon. Rabu, 5 Agustus 2020.
Wakil Rektor UAD Yogyakarta Gatot Sugiharto (Foto: Dok Pribadi/Tagar/Evi Nur Afiah)
Mantan Dekan Fakultas Hukum UAD ini mengatakan, dasar pengadilan hukum yaitu tidak melihat sejarah bagaimana orang melakukan tindak pidana. Yang dilihat adalah fakta saat seseorang melakukan perbuatan pidana. Walaupun faktanya, peristiwa penabrakan itu terjadi karena terdakwa telah diganggu oleh dua terduga pelaku kenakalan remaja hingga bereaksi untuk membela diri.
"KUHP tidak pernah melihat orang kenapa dia menabrak? tapi yang dipikirkan KUHP adalah ketika ada tindak pidana, apa pun latar belakangnnya itu harus diproses," ucapnya.
Berbicara konsep keadilan sendiri dikenal istilah keadilan retributive (retributive justice) dan keadilan restorative (restoritive justice). Keadilan retributive menghendaki penyelesaian perkara pidana dilakukan secara sistematis terstruktur melalui sistem peradilan pidana.
Sedangkan restorative justice menghendaki penyelesaian perkara pidana di luar sistem dengan mencari penyelesaian terbaik mengedepankan musyawarah di antara kedua belah pihak. Dan penjatuhan hukuman bukan tujuan utama, namun menyelesaikan masalah dengan tuntas dan secara substansial keadilan para pihak dapat diwujudkan.
Baca Juga:
- Klitih Beraksi Bacok Pelajar di Sleman Yogyakarta
- 10 Kasus Klitih dan 34 Tersangka di Yogyakarta
- Penampakan Pedang Buat Klitih Anak SMP di Yogyakarta
Kata Gatot, dalam perkara ini terkadang masyarakat luar memiliki presepsi yang luas kenapa terdakwa dijatuhi vonis padahal dia juga korban sebelumnya. "Itu tidak keliru. Yang dipikirkan masyarakat adalah keadilan secara substansial dan terdakwa juga tidak salah memberikan reaksi namun secara hukum tidak bisa berpikir ke situ," kata Gatot.
Kasus perkara ini bermula pada 7 Desember 2018 dini hari. Saat itu peristiwa kecelakaan ini terjadi di Jalan Kebun Agung, Seyegan, Sleman. Informasi dari polisi berdasar keterangan Nur Irawan saat itu, R dan A diduga akan melakukan klitih setelah merusak mobil pikap yang dikemudikannya.
Terdakwa Nur Irawan kemudian berbalik arah dan mengejar A dan R yang melaju menuju arah Seyegan. Sampai di pertigaan Bakalan, Nur Irawan sempat diingatkan istrinya agar tidak melakukan pengejaran. Namun, karena masih melihat sorot lampu motor, Nur Irawan terus mengejar.
Setibanya di perempatan Seyegan, salah satu dari terduga pelaku mengacungkan stik besi sambil mengancam akan membunuh Nur Irawan. Kedua pelajar itu terus memacu motornya ke arah Barat. Hingga akhirnya mobil Nur Irawan menabrak motor R dan A yang mengakibatkan dua remaja itu meninggal dunia. Keluarga R dan A akhirnya melapor ke polisi terkait peristiwa tersebut. []