Banda Aceh - Bundiyah ingat betul detik-detik saat gelombang tinggi menerjang pesisir Aceh pada Minggu 26 Desember 2004 silam. Saat itu, Wak Kolak, sapaan akrab Bundiyah, sedang berjualan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo, Kota Banda Aceh, Aceh.
Minggu pagi, 26 Desember lima belas tahun silam, suasana TPI Lampulo (saat ini PPS Kutaraja) sedang disibukkan dengan aktivitas warga membeli ikan dan nelayan menurunkan hasil tangkapannya di dermaga.
Tiba-tiba, gempa dengan goncangan dahsyat menggoyang bumi Aceh. Beberapa saat kemudian, gelombang dari laut menerjang TPI Lampulo. Wak Kolak panik dan menuju lantai dua salah satu bangunan di komplek TPI Lampulo.
“Saat itu saya sudah pasrah, tiba-tiba datang kapal, saya kira kapal bantuan, rupanya kapal kosong sehingga kami naik ke kapal tersebut,” kata Wak Kolak saat ditemui Tagar di Kapal Atas Rumah Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Sabtu 21 Desember 2019 lalu.
Wak Kolak menjadi salah satu saksi hidup betapa dahsyatnya gempa dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam. Kini, Kamis 26 Desember 2019, peristiwa maha dahsyat itu sudah memasuki usia 15 tahun.
Saat itu saya sudah pasrah.

Di atas kapal tersebut, Wak Kolak bersama 58 orang lainnya dibawa arus tsunami Aceh. Mereka terombang-ambing bersama puing-puing bangunan lainnya yang diterjang air bah. Seiring surutnya air ke laut, kapal yang ditumpangi Wak Kolak akhirnya berhenti di salah satu rumah milik warga di Desa Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.
Kata Wak Kolak, kapal itu memiliki panjang sekitar 25 meter dan berat yang mencapai 65 ton. Kapal tersebut kini sudah dijadikan situs sejarah sekaligus objek wisata di bawah Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh.
Setelah dipugar, kapal ini telah memiliki penyangga yang terbuat dari besi, sehingga posisi kapal tetap berada di atas rumah. Di sisi lain, terdapat pula jalan setinggi lima meter yang dibangun untuk memudahkan wisatawan yang ingin naik melihat kapal lebih dekat.
Menurut Wak Kolak, kapal ini sebenarnya adalah sebuah kapal milik nelayan yang digunakan untuk mencari ikan di laut. Pemiliknya berasal dari Medan, Sumatera Utara. Namun, Wak Kolak tak tahu betul siapa sosok tersebut.
“Di lokasi kapal ini dulu ada dua rumah dan dua bidang tanah, karena ini sudah dipugar, maka tanah tersebut dibeli oleh pemerintah,” kata Wak Kolak. []
Baca juga:
- Kisah Keajaiban Seorang Anak Selamat dari Tsunami Aceh
- Getir Nelayan Aceh, Anak Istri Hilang Disapu Tsunami
- Situs Sejarah Kerajaan Islam yang Terlupakan di Aceh