Jakarta – Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB di Jenewa, Swiss, mengeluarkan rilis, Jumat, 16 Juli 2021, menanggapi pemberitaan yang berkembang di Indonesia yang mengkritisi kebijakan vaksin berbayar di Indonesia, berdasarkan konferensi pers dengan WHO pada 12 Juli 2021.
“WHO akan terus mendukung upaya negara (Indonesia-red.) dalam penanganan pandemi Covid-19 dan tidak dalam posisi mengkritisi kebijakan Indonesia dalam penyediaan vaksin Covid-19,” tegas KUAI (Kuasa Usaha Ad-interim) PTRI Jenewa, Duta Besar Grata E. Werdaningtyas.
Dalam konferensi pers tersebut, WHO menjawab pertanyaan wartawan VOA Indonesia, “Bagaimana pandangan WHO terkait kebijakan Indonesia mengenai adanya vaksin berbayar sekalipun sebagiannya berasal dari pemberian gratis dari negara-negara lain?".
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Presiden Joko Widodo. (Foto: Tagar/Instagram/erickthohir)
Pertanyaan ini mengesankan bahwa sebagian vaksin berbayar berasal dari vaksin donasi, padahal Menteri BUMN Erick Thohir telah menegaskan sebelumnya bahwa vaksin Gotong Royong dan vaksin gratis dari pemerintah berasal dari dua jalur yang berbeda meski BUMN membantu kedua program tersebut.
WHO, yang diwakili oleh Dr Ann Lindstrand, Kepala Unit Program Imunisasi Esensial, dalam jawabannya menekankan pentingnya setiap warga memiliki kesempatan yang setara dalam mendapatkan akses (bagi vaksin), dan bahwa setiap pembayaran bisa menimbulkan isu etika dan isu akses, terutama di masa pandemi.

Dr. Ann Lindstrand menambahkan, di pihak lain ada fasilitas COVAX yang memberikan akses ke vaksin gratis bagi hingga 20% populasi, dan ini didanai pedonor dari kerjasama COVAX yang sangat tidak mungkin mengambil pembayaran dalam prosesnya.
Sementara dalam rilis persnya, PTRI Jenewa mengatakan bahwa mereka memberikan penjelasan kepada WHO bahwa skema vaksin berbayar tidak menggunakan alokasi vaksin dari COVAX Facility, dan menyebutkan bahwa WHO memahami dan mendukung tegas Indonesia dan memahami tantangan yang dihadapi oleh Indonesia serta negara lainnya dalam penanganan pandemi dan penyediaan vaksin.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa. (Foto: Tagar/Dok Bapenas)
Dalam wawancara dengan VOA di Washington DC, AS, pada Rabu 14 Juli 2021, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarf,a mengatakan program vaksinasi berbayar adalah program alternatif.
“Masyarakat yang ingin memperoleh vaksin lebih cepat dan tentu ini ada konsekuensinya, yaitu bayar. Pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta dan termasuk pada BUMN dalam hal pengadaannya. Pemerintah sama sekali tidak ikut terlibat dalam pengadaan vaksin (berbayar) tersebut. Vaksin yang mereka (swasta dan BUMN) peroleh secara komersial dijual kembali," ujar Suharso (dw/np/hj/aa)/voaindonesia.com. []