Jakarta - Asia Selatan menghadapi kinerja ekonomi terburuk sepanjang 40 tahun terakhir karena dampak pandemi virus corona Covid-19, kata Bank Dunia (World Bank). Negara-negara di kawasan ini akan semakin menghadapi kesulitan untuk memerangi kemiskinan.
Asia Selatan berpotensi jadi episentrum baru corona
Kasus infeksi virus corona di India, Bangladesh, Sri Langka dan Pakistan relatif tak banyak. Namun kalangan ahli mengkhawatirkan, negara-negara di kawasan Asia Selatan ini berpotensi menjadi episentrum berikutnya.
Baca Juga: Corona, RI Dapat Pinjaman dari IMF dan Bank Dunia
Seperti diberitakan dari BBC News, Selasa, 14 April 2020, Asia Selatan merupakan kawasan terpadat di dunia, dengan jumlah penduduk mencapai 1,8 miliar jiwa. "Akibat dampak corona, Asia Selatan akan menghadapi badai buruk ekonomi. Sektor pariwisata ambruk, rantai pasokan terganggu, permintaan garmen anjlok dan sentimen konsumen serta investor semakin memburuk," kata laporan Bank Dunia.
Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan untuk kawasan Asia Pasifik tahun ini menjadi berkisar 1,8 hingga 2,8 pesen dari proyeksi sebelumnya 6,3 persen yang dibuat sebelum terjadinya wabah virus corona.

Setidaknya separuh negara di kawasan ini akan jatuh ke dalam resisi ekonomi yang mendalam. Negara yang paling terpukul ekonominya adalah Maladewa, sebuah negara pulau kecil di laut Arab.
Terpuruknya sektor pariwisata yang menjadi andalan Maladewa membuat output ekonomi menyusut sebesar 13 persen. India, negara dengan perekonomian terbesar di Asia Selatan, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan hanya 1,5 persen, turun dari 5 persen.
Baca Juga: IMF dan Bank Dunia Siap Perang Lawan Virus Corona
Bank Dunia menyarankan pemerintah di kawasan Asia Selatan untuk menerapkan darurat kesehatan untuk melindungi rakyat, terutama penduduk miskin dan paling rentan miskin.
World Bank juga merekomendasikan program kerja sama untuk pekerja migran, memangkas jalur birokrasi ekspor dan impor. Pekan lalu, lembaga donor yang berkantor di Washington DC, Amerika Serikat itu akan menyalurkan pinjaman hingga 160 miliar dolar AS sebagai bentuk dukungan finansial selama 15 bulan ke depan untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap pandemi dan meningkatkan pemulihan ekonomi. []