Jakarta - Stok gula di Jawa Timur (Jatim) semakin menipis, sementara gula impor tak kunjung datang juga. Jika tidak segera diatasi, kelangkaan gula akan menjadi ancaman bagi masyarakat. Apalagi menjelang bulan Ramadan, konsumsi gula semakin meningkat.
Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur, Noer Soetjipto mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah diberitahu akan terjadi kelangkan gula dua bulan yang lalu. Namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda penambahan pasokan, baik impor gula maupun dari petani.
“Belum ada kegiatan (pasokan) apapun untuk mengatasi kelangkaan gula. Apalagi saat memasuki bulan puasa, selalu terjadi kekurangan sembako (gula),” ucapnya, saat dikonfirmasi, Minggu 29 Maret 2020.
Baca Juga: Impor Tak Juga Datang, Harga Gula di Jatim Melonjak
Noer menyebutkan, seharusnya pemerintah sudah bisa mengantisiapasi agar masyarakat yang menjalankan puasa tidak terganggu dengan kekeurangan sembako, dalam hal ini gula.
Stok gula haya 39,2 ribu ton
Noer mencatat produksi gula di Jatim setiap tahun 1,2 juta ton. Sementara kebutuhan gula setiap bulannya 35,1 ribu ton. Namun permasalahannya adalah saat ini stok gula per 7 Maret 2020 hanya 39,2 ribu ton. Gula itu tersimpan di gudang milik pedagang sebanyak 29,9 ribu ton, petani 5,2 ribu ton, dan pabrik 4 ribu ton.
“Jadi stok hanya cukup hingga Maret. Sementara stok gula ada 29,9 ribu tapi milik distributor (pedagang),” tutur Noer.
Politisi asal Partai Gerindra ini juga memperoleh data bahwa di gudang PTPN X juga terdapat 12 ribu ton, PTPN XI ada 7,3 ribu ton, PG Candi Baru 249 ton, PG Rajawali 3,8 ribu ton, dan Kebon Agung Malang 7,5 ribu ton.

Noer mendorong agar pemerintah segera mengambil langkah cepat dan cerdas suapaya tidak terjadi gejolak di masyarakat, mengingat gula merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok. Untuk mencegah hal serupa terjadi di tahun depan, Pemprov Jatim harus membuat analisis ketersediaan gula untuk periode 2021.
“Sebenarnya tidak sulit. Jangan sampai kurang baru mencari jalan. Seharusnya sudah tahu karena sudah mempunyai jadwal tahunan. Jangan sampai pada saatnya (kelangkaan) saling lempar tangan,” kata Noer.
Jika pemerintah melakukan impor, gula harus terserap seluruhnya untuk Bulan April-Mei. Mengingat Bulan Juni petani tebu sudah memasuki musim giling. Jika tidak terserap semua akan memperngaruhi harga gula di pasaran.
“Impor ada enak, dan tidak enaknya karena bulan Juni memasuki musim giling. Maka jika impor khusus dipakai bulan April-Mei karena akan berpengaruh harga gula,” ucap Noer.
Masyarakat Jatim harus merasakan pahitnya harga gula
Untuk diketahui masyarakat Jatim harus merasakan pahitnya harga gula karena hingga saat ini produk impor belum datang ke Indonesia. Akibatnya harga gula masih relatif tinggi antara Rp 16 ribu hingga Rp 18 ribu per kilogramnya. Harga ini melampaui harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 12.500 per kilogram.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengatakan Pemerintah Provini Jatim terus memantau perkembangan impor gula sehingga diharapkan kuota untuk Jtim segera tiba dan masuk ke pasar. Dengan begitu, harga gula bisa dikatrol kembali.
"Jadi memang ibu (Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa) sudah memastikan ada posisi (impor) di Jatim. Sekarang posisi menunggu bagaimana impor ini segera turun dari atas (pemerintah pusat)," ujar Emil di Gedung Negara Grahadi, Senin 23 Maret 2020.
Simak Pula: Gula Pasir Langka dan Mahal di Aceh
Emil mengaku belum mengetahui secara pasti kuota impor gula karena pemerintah pusat belum merilis berapa jatah untuk Jatim. "Kami tidak bicara kuota, karena belum diterbitkan. Tetapi barang yang dibongkar muat (di Jatim beberapa waktu lalu), kalau tak salah antara 25-35 ribu (ton) silahkan dicek," tegasnya.
Pemprov Jatim tidak mempunyai kewenangan soal distribusi impor gula karena pemerintah pusat langsung menunjuk Bulog untuk menyalurkannya. Mantan Bupati Trenggalek itu mengatakan telah meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim untuk memonitor sejauh mana impor ini tersalurkan.[]