Semarang - Aksi menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terus berlanjut di sejumlah daerah. Kota Semarang, Jawa Tengah, salah satunya. Bahkan buruh setempat siap menggelar aksi lebih besar dan mogok kerja
Pagi tadi, Minggu, 9 Februari 2020, sejumlah buruh di Kota Semarang menyebar pamflet ajakan penolakan kepada masyarakat yang sedang beraktivitas di kawasan car free day (CFD) di Jalan Pahlawan atau di depan Kantor DPRD Jateng.
Tak hanya itu, di sepanjang Jalan Pahlawan juga telah terpasang berbagai spanduk penolakan RUU Omnibus Law. Dua spanduk yang paling besar, dengan ukuran sekitar 2x3 meter terpasang tepat di depan gerbang DPRD Jateng.
Beberapa spanduk itu bertuliskan RUU Cilaka, Omnibus Law: Legalisasi Perbudakan dan Tolak Omnibus Law, Sampeyan Khianat Ingat Laknat serta sejumlah tulisan yang mengkritik dan menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Kami siap melakukan mogok kerja.
Aktivis serikat buruh membagikan selebaran penolakan Omnibus Law di kawasan CFD, Semarang, Minggu pagi, 9 Februari 2020. (Foto: Tagar/Sigit AF)
Ketua DPD FSKEP KSPI Jawa Tengah Ahmad Zainudin mengatakan aksi pemasangan spanduk di depan Kantor DPRD Jateng telah berlangsung dari Kamis, 6 Februari 2020 dan akan sampai Jumat, 14 Februari 2020.
Tak hanya itu, ia dan kawan-kawannya dari serikat buruh juga melakukan aksi menginap di Jalan Pahlawan. "Kami sudah menginap dua hari dua malam di sini," terangnya saat dihubungi Tagar, Minggu, 9 Februari 2020.
Zainudin mengungkapkan saat ini DPRD Jawa Tengah telah berjanji menyampaikan tuntutan buruh ke DPR RI dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) RI. Pihaknya merencakan menggelar aksi lebih besar jika pemerintah tidak memberi kejelasan mengenai RUU Omnibus Law, apalagi sampai mengesahkan RUU tersebut.
"Dalam waktu dekat akan ada konsolidasi nasional KSPI. Rencananya akan ada aksi serentak di seluruh wilayah Indonesia untuk bersama-sama menolak Omnibus Law," terangnya.
Jika diperlukan, lanjutnya, pihaknya siap melakukan mogok kerja besar-besaran. "Kami siap melakukan mogok kerja," ujar dia.
Ia menilai, selama ini hak politik buruh hanya digunakan sebagai selebrasi di forum pemilu. Celakanya, lanjut Zainudin, parlemen yang diharapkan mewakili suaranya justru berbalik arah.
"Keinginan untuk membuat Omnibus Law merupakan kesalahan dan bukti pelepasan tanggung jawab negara atas nasib rakyatnya dan merupakan penindasan negara terhadap rakyatnya secara masif, sistematis dan terstruktur," kata Zainudin. []
Baca juga:
- 5 Poin Omnibus Law Mengancam Industri-Pekerja Media
- Angkie Yudistia Pastikan Omnibus Law Itu Angin Segar
- Wacana Sertifikasi Halal Sukarela Dalam Omnibus Law